
04:19
Jun 7, 2024
0
0
'#69 Bagaimanakah kita \'menyanyikan\' nyanyian Tuhan di negeri asing? KJ 396 Yesus Segala-galanya Yesus segala-galanya, Mentari hidupku. Sehari-hari Dialah Penopang yang teguh. Bila \'ku susah, berkesah, Aku pergi kepadaNya: Sandaranku, Penghiburku, Sobatku. Sebulan yang lalu, aku berharap bahwa pergumulan besar yang aku alami berakhir di bulan lahir. Ternyata Tuhan \'anugerahkan\' pergumulan yang lebih \'indah\' lagi di bulan April. 18 hari beristirahat di Wisma Atlet, sisanya dihabiskan dengan isolasi di rumah. Hanya aku sendiri yang positif COVID-19 di keluarga. Baru hari ini bisa makan sehidangan lagi dengan orangtua dan adik :\" Aku ndak mengerti mengapa Tuhan izinkan ini terjadi. Jika mau sombong, aku salah satu orang yang disiplin dengan protokol kesehatan. Kaki ini hanya pergi ke gereja dan kantor (setahun ini, hanya 2x makan di restoran, 1x ke bandara, dan 2x ke pesta karena diminta bertugas). Selama isolasi, sakit hati melihat teman2 yg storynya jalan2 terosss tapi sehat2 saja. Tersirat rasa malu juga karena merasa gagal dalam menjaga diri. Sedih sekali, hidup nampak tidak adil. Sebenarnya bisa dibilang aku hanya mengalami gejala ringan, 3 hari demam+flu dan 6 hari anosmia. Jangan tanya batuk dan sesak, karena aku samasekali tidak merasakan itu. Nampak tidak ada artinya si COVID-19 ini di badanku. Tapi mengapa PCR masih positif sehingga harus selama ini isolasi? Ndak paham juga apa maksud Tuhan. Awal isolasi di Wisma Atlet, aku hanya meminta teman-teman berdoa agar aku lulus dari pelajaran ini (aku ndak merasa sakit, jadi ndak perlu meminta kesembuhan). Rasanya sayang 18 hari diberikan waktu, tapi ndak lulus-lulus dalam memahami maksud Tuhan melalui sakit ini. Setidaknya, selama masa isolasi, aku sadar bahwa dalam kesepian hanya ada satu teman setia, Ia lah Tuhan. Kesombonganku bilang, berlebihan jika ada orang yang putus asa bahkan melakukan bunuh diri. Tapi setelah mengalami kesepian, kekhawatiran, dan kekecewaan kelas \'cere\' (padahal ndak merasa sakit dan isolasi dengan nyaman huft), aku sadar bahwa manusia begitu rapuh. Jika bukan karena topangan doa dan perhatian dari keluarga dan sahabat, mungkin akan lain ceritanya. Kalau aku susah, berkesah, aku pergi kepada-Nya Sandaranku, Penghiburku, Sobatku (dan Sobatmu juga hihi)'See also:
comments